Saturday 25 June 2016

Kisah Abu Nawas Cara Membagi Hukuman

Kisahnya.

Pada suatu pagi yang cerah, Abu Nawas datang ke istana karena dipanggil untuk menemani sang raja yang sudah lama kangen akan cerita lucu abu nawas. Mereka berbincang-bincang dengan riang gembira.

Setelah sekian lama berbincang, raja tiba-tiba saja ingin menguji kepandaian abu nawas.
"Wahai Abu Nawas, besok bawalah ibumu ke istanaku, nanti engkau akan aku beri hadiah seratus dinar," kata raja harun Ar-Rasyid.

Abu Nawas kaget sekali mendengar titah rajanya.
Bagaimana tidak, raja sudah tahu kalau ibunya telah lama meninggal dunia, bahkan raja ikut melayat ke rumah abu nawas.
Namun, karena iming-iming hadiah yang sangat menggiurkan itu, abu nawas bukannya mengelak malah dia menyetujui permintaan raja tersebut.

Sesampainya di rumah, abu nawas sangat sibuk sekali untuk mencari seorang wanita tua yang kemudian nantinya akan dijadikan ibunya dan dibawa ke istana. Setelah lama mencari, akhirnya orang yang diinginkan akhirnya ketemu juga.
Dengan panjang lebar abu nawas menjelaskan maksudnya kepada perempuan itu.

Ia pun berjanji akan membagi hadiah yang akan diterimanya dengan adil, separuh-separuh. Tanpa pertimabangan lagi, perempuan itu menyetujui permohonan abu nawas.

Pada keesokan harinya, pagi-pagi sekali abu nawas sudah sampai di istana sambil menggendong seorang perempuan tua.
"Wahai Abu Nawas, diakah ibumu?" tanya sang raja.
"benar Tuanku, inilah ibuku. beliau sudah tua dan kakinya lemah sehingga hamba harus menggendongnya ke istana," tutur abu nawas.

"Benarkah engkau ibunya Abu Nawas? Awas ya kalau bohong, maka akan aku hukum dirimu," tanya raja kepada perempuan tua itu.

Mendapat Hadiah.
Begitu mendengar ucapan rajanya, perempuan itu ketakutan sekali, sehingga ia membuat pengakuan yang sebenarnya, bahwa semua itu adalah sandiwara abu nawas untuk mendapatkan hadiah dari raja.

Raja Harun tertawa cekikian dan akan menghukum abu nawa 100 kali pukulan sebagai hukumannya.
"Karena engkau berjanji kepadaku akan membawa ibumu ke sini, aku pun berjanji akan memberimu hadiah seratus dinar, akan tetapi engkau tidak bisa memenuhi janjimu. Dari itu, engkau harus dihukum dengan100 kali pukulan," kata raja.

Dalamkondisi terdesak itu, abu nawas dengan susah payah memeras otak agar terhindar dari hukuman. Sejenak kemudian, ia sudah menemukan cara ampuh untuk lepas dari hukuman itu.
"Wahai Tuanku, hamba berjanji dengan perempuan tua itu akan membagi hadiah yang akan paduka berikan dengan sama rata. Karena sekarang hamba dihukum 100 kali pukulan, biarlah yang 50 pukulan saya terima, sedangkan yang 50 pukulan lagi tolong diberikan kepada perempuan tua itu," kilah abu nawas.

Dalam hati raja berguman,
"Jangankan dipukul 50 kali, dipukul satu kali saja perempuan tua ini tidak akan mampu berdiri."

Akhirnya raja mengambil keputusan bahwa uang yang 50 dinar diberikan kepada perempuan tua itu. Dalam keadaan tersebut, abu nawas menyela rajanya.
"Ampun beribu ampun Paduka, jika ibuku telah mendapat hadiah dari Paduka, tidak adil kiranya kalau anaknya ini dilupakan begitu saja," protes Abu Nawas.

"Hmmm...baiklah, terimalah pula bagianmu ini," kata raja sambil memberikan uang 50 dinar kepada Abu Nawas.

Kisah Abu Nawas Tertipu Obat Ajaib

Kisahnya.

Figur Abu Nawas ini memang sangat lihai dalam menyelesaikan masalah. Tidak hanya lucu saja, akan tetapi juga bijaksana sehingga Abu Nawas tidak dapat dianggap enteng. Raja sangat bangga memiliki warga seperti Abu Nawas ini. Namun, pada pihak lain dari diri Abu Nawas juga sangat menjengkelkan raja karena ulahnya yang selalu tidak tahu diri. Oleh karena itulah Baginda Raja tak pernah berhenti memeras otaknya untuk membalas Abu nawas.

Seperti pada tahun-tahun sebelumnya, setiap bulan Rabi'ul Awal diadakan acara Maulid Nabi. Sambil tersenyum, Baginda Raja berguman dalam hati,
"Awas ya kamu Abu Nawas, kali ini kamu pasti kena."

Acara Maulid Nabi pun tibalah waktunya, dan diselenggarakan di istana. Pada saat itu semua pembesar negeri hadir termasuk putra-putra mahkota dari kerajaan sebelah, termasuk pula Abu Nawas ikutan diundang.

Dengan perintah raja, semua yang hadir di acara Maulid Nabi tersebut dipersilahkan untuk berdiri dan kemudian disirami dengan air mawar yang menebarkan bau harum. Kecuali Abu Nawas, dia disiram dengan air kencing.

Membalas Tipuan Raja.
Setelah disiram dengan air kencing tersebut, jadi sadarlah Abu Nawas kalau dirinya telah dipermalukan di depan para pembesar negeri. Dia bungkam seribu bahasa dan hanya bisa berguman dalam hati,
"Baiklah, hari ini paduka telah memberiku kuah tak sedap, esok hari aku akan membalasnya dengan isinya."

Sejak saat itu Abu Nawas tidak pernah menjejakkan kakinya di istana. Raja pun menjadi kangen dibuatnya karena kelucuannya saat bercerita.
Ketika Raja memanggilnya ke istana, rupanya Abu Nawas tidakbersedia dengan alasan sakit yang membuat tubuhnya lemah lunglai.

Karena khawatir telah terjadi sesuatu dengan diri Abu Nawas, Raja pun ingin menengoknya diiringi dengan beberapa petinggi kerajaan.
Pucuk dicinta ulam tiba, begitu mendengar Raja menuju ke rumahnya, Abu Nawas yang dalam keadaan segar bugar itu pun langsung memasang aksi. 

Matanya terpejam, badan tergeletak lemah lunglai. Namun, sebelum dia beraksi demikian, dia telah terlebih dahulu menyuruh istrinya menyiapkan obat ajaib yang berbentuk bulatan kecil. Dna diantara bulatan obat ajaib itu terdapat 2 butir yang dibubuhi tinja di dalamnya.

Tak berapa lama kemudian raja sudah ada di depan pintu rumah Abu Nawas.
"Wahai Abu Nawas, apa yang kamu telan itu?" tanya raja.
"Inilah yang disebut obat ajaib, resepnya hamba peroleh lewat mimpi tadi malam. Jika saya menelan 2 butir niscaya akan sembuh," jawab Abu Nawas yang terlentang dan segera bangun setelah menelan pil yang kedua.

"Kalau begitu, aku juga mau minum obat ajaib itu," kata raja.
"Baiklah Tuanku. Paduka berbaringlah dan pejamkan mata seperti hamba sekarang ini, tidak boleh duduk, apalagi berdiri," kata Abu Nawas.
Maka raja pun menuruti perintah Abu Nawas.

Obat Ajaib.
Begitu mata Raja terpejam, Abu Nawas cepat-cepat memasukkan butiran obat ajaib yang telah dibubuhi tinja itu ke mulut raja. Tiba-tiba saja Baginda Raja bangkit sambil membelalakkan matanya.

"Hai Abu Nawas, Engaku memberiku makan tinja ya," kata raja.
Maka Abu Nawas pun segera bersimpuh sambil memberi hormat kepada rajanya.
"Wahai Khalifah, dulu Baginda memberi hamba kuahnya, sekarang hamba memberi isinya, Jikalau Baginda tidak memberi hamba uang 100 dinar, kejadian itu akan hamba ceritakan kepada khalayak ramai," kata Abu nawas.
"Diamlah hai Abu nawas, jangan ngomong kepada siapa-siapa, nanti aku akan memberimu uang 100 dinar," kata Raja.

Setelah itu, raja dan semua pengikutnya kembali ke istana. Mereka menyiapkan pundi-pundiyang berisi uang seratus dinar. nah, untuk kesekian kalinya Abu Nawas berhasil memperdayai rajanya, berhasil mengalahkan rajanya

Kisah Abu Nawas Selamatkan Raja dengan Sorban Usang

Berikut Kisahnya.
Pada suatu hari di kerajaan yang dipimpin oleh Raja Harun Ar-Rasyid telah terjadi huru hara. Rakyatnya tidak lagi mendapat ketenangan seperti biasanya karena telah terjadi penculikan dan pembunuhan yang misterius.


Raja dan para prajuritnya akhirnya mengetahui bahwa huru-hara tersebut bukan datang dari musuh, namun dari dalam istana sendiri yang diotaki oleh para menterinya.
Namun, raja sangat kesulitan untuk mencari siap yang berseongkol terhadap tindakan penculikan dan pembunuhan tersebut karena dia melihat bahwa para menterinya semuanya taat kepadanya.

Dari itu, dipanggillah Abu Nawas yang dikenal memiliki otak yang cerdas.
"Kahir-akhir ini aku gelisah, seolah ada seseorang yang hendak mengkudeta kerajaanku. Apa ada yang salah dengan kepemimpinanku?" tanya raja kepada Abu Nawas.
"Ampun beribu ampun baginda, apa yang bisa hamba lakukan untuk membantu?" tanya Abu Nawas.
"Begini wahai Abu Nawas, berilah cara kepadaku untuk menguji kesetiaan para menteriku," kata raja dengan iming-iming hadiah.
"Baiklah paduka, berilah hamba waktu sehari saja agar bisa memikirkan caranya," ujar Abunawas sambil bernjak meninggalkan rajanya.

Tes Kesetiaan menteri-menteri.
Setibanya di rumah, Abunawas berpikir keras untuk menemukan cara yang terbaik dan jitu. Karena kelelahan, Abu Nawas akhirnya tertidur dengan lelapnya.

Pada keesokan harinya ketika ia hendak shalat subuh,ia menemukan sorban yang berbau tidak sedap. Sorban itu memang telah lama tidak dicuci oleh istrinya. Dari situlah Abunawas menemukan cara jitu untuk menguji kesetiaan para menteri kerajaan.

Setelah shalat subuh, Abu Nawas segera bergegas menuju istana kerjaaan untuk menghadap Raja Harun Ar-Rasyid.
Abu Nawas meminta raja untuk bersandiwara seolah telah memiliki sorban sakti.
Raja Harun seteju dan melakukan apa yang telah diperintahkan oleh Abu Nawas.

Setelah itu, maka dikumpulkanlah kelima menterinya untuk menghadap.
Di hadapan para menteri itu, raj mengatakan bahwa ia telah mendapat hadiah berupa  hasil pemberian dari kerajaan lain. Dan salah satu kesaktian sorban itu adalah bisa menentukan masa depan kerajaan di masa yang akan datang.

"Wahai para menteriku, bantulah aku untuk menentukan masa dean negeri ini," titah raja.
"Bagaimana caranya wahai Baginda?" tanya salah seorang menteri.
"Masing-masing dari kalian, coba ciumlah sorban hadiah ini secara bergantian. Apabila berbau wangi, maka kerajaan ini akan abadai. Namun, billa baunya busuk, maka kerajaan ini tidak akan lama lagi akan segera runtuh," jelas raja.

Kehebatan Sorban Usang.
Sesuai dengan perintah raja, para menteri satu persatu memasuki ruangan untuk mencium sorban sakti tersebut. Setelah semuanya telah mendapatkan giliran, maka dikumpulkanlah lagi menteri-menterinya.

"Bagaimana baunya," tanya raja.
"Sorban ini baunya sangat harum, niscaya kerajaan ini akan abadi," jawab menteri pertama.
Menteri kedua dan ketiga menjawab sama dengan menteri pertama. Intinya adalah mereka berusaha untuk membuat rajanya senang.

Giliran menteri keempat dan kelima angkat bicara.
Di luar dugaan, menteri keempat dan kelima ini mengatakan bahwa sorab sakti tersebut baunya busuk dan menyengat hidung.
Mendengar penyataan menteri keempat dan kelima itu, raja kahirnya membuka rahasia bahwa sorban yang dikiranya sakti tersebut adalah milik Abunawas yang sudah usang dan tidak dicuci lama sekali.

Bergetarlah badan dari menteri pertama,kedua dan ketiga.
"Kini aku tahu siapa diantara kalian yang telah berkhianat kepadaku. Kalian telah terbukti berbohong dan kalian pantas untuk masuk penjara," ujar raja Harun.
Menteri pertama,kedua dan ketiga segera ditangkap dan dimasukkan ke dalam penjara.

Kepada menteri keempat dan kelima, Raja Harun memberikan hadiah kepada mereka karena kesetiaan yang telah diberikan. Tak lupa juga, Abu Nawas mendapat agian hadiah yang telah dijanjikan oleh Raja Harun kemarin hari.

Kisah Abu Nawas raja nyaris terbunuh

Berikut Kisahnya.
Pada suatu hari, Abu Nawas berjalan-jalan hingga ke kampung Badui di daerah gurun jauh dari kota tempat tinggalnya. 
Sesampainya di tempat tersebut, ditemuinya ada beberapa orang yang sedang memasak bubur, susananya ramai sekali.


Tanpa disadarinya, ia ditangkap oleh orang-orang itu dan dibawa ke rumah mereka untuk disembelih.

"Kenapa aku ditangkap?" tanya Abunawas.
"Wahai orang asing, setiap orang yang lewat di sini pasti akan kami tangkap, kami semebelih seperti kambing dan dimasukkan ke belanga bersama adonon tepung itu. Inilah pekerjaan kami dan itulah makanan kami sehari-hari," jawab salah seorang dari mereka sambik menunjuk ke belanga yang airnya mendidih.

Abu Nawas ketakutan juga, namun meski keadaan sedang terjepit, dia masih sempat berpikir jernih.
"Kalian lihat saja, badanku kurus kering, jadi dagingku tak banyak, kalau kalian mau besok aku bawakan temanku yang badannya gemuk sehingga bisa kalian makan untuk lima hari lamanya. Aku janji, maka tolong lepaskan aku," pinta Abu Nawas.

Karena janjinya itu, Abu nawas akhirnya dilepaskan.

Leher dipotong.
Di sepanjang jalan Abu Nawas berpikir keras untuk menemukan siasat agar dirinya berhasil membawa teman yang gemuk. Terlintas olehnya Baginda Raja.
"Seharusnya Raja tahu akan berita yang tidak mengenakkan ini, dan alangkah baiknya kalau Baginda Raja mengetahui sendiri," gumannya dalam hati.

Abu Nawas segera saja masuk ke dalam istana untuk menghadap Raja.
Dengan berbagai bujuk rayu, akhrinya Abunawas berhasil mengajak Baginda Raja ke kampung badui tersebut.

Sesampainya di kampung badui tersebut, si pemilik rumah tanpa banyak bicara langsung saja menangkapnya. Abu nawas segera meninggalkan tempat itu dan dalam hati dia berpikir,
"Bila Raja pintar, pasti niscaya dia akan bisa membebaskan diri. Tapi kalau bodoh, akan matilah ia karena akan disembelih orang jahat itu."

Sementara itu, didalam rumah Baginda tidak menyangka akan disembelih.
Dengan takutnya dia berkata,
"Jika membuat bubur, dagingku ini tidaklah banyak karena banyak lemaknya. Tapi jika kalian izinkan, kalian akan aku buatkan peci kemudian dijual yang harganya jauh lebih mahal ketimbang harga buburmu itu."

Akhirnya mereka menyetujuinya.
Baginda telah beberapa hari tidak terlihat di istananya, ia bekerja keras untuk membuat peci untuk orang badui itu. Namun pada akhirnya beberapa ke depan Baginda dibebaskan oleh para pengawalnya.

Hukuman untuk Abu nawas.
Setelah Baginda dibebaskan, barulah Abu Nawas dipanggil untuk mempertanggung jawabkan semua perbuatannya.
Abu nawas dianggap telah mempermalukan rajanya di muka rakyatnya sendiri.

"Wahai Abu Nawas, engkau ini benar-benar telah mempermalukan aku, perbuatanmu sungguh tidak pantas dan kamu harus dibunuh," ujar Raja Harun geram.
"Ya Tuanku, sebelum hamba dihukum, perkenankan hamba menyampaikan beberapa hal," kata Abu Nawas membela diri.
"Baiklah, tetapi kalau ucapanmu salah, niscaya engkau akan dibunuh hari ini juga," ujar Baginda Raja.

"Wahai Tuanku, alasan hamba menyerahkan kepada si penjual bubur itu adalah ingin menunjukkan kenyataan di dalam masyarakat negeri ini kepada paduka. Karena semua kejadian di dalam negeri ini adalah tanggung jawab baginda kepada Allah SWT kelak. Raja yang adil sebaiknya mengetahui perbuatan rakyatnya," kata Abu Nawas.

Setelah mendengar ucapan Abu Nawas yang demikian, hilanglah rasa amarah baginda Raja. Dalam hati beliau membenarkan ucapan Abunawas tersebut.
"Baiklah, engkau aku ampuni atas semua perbuatanmu dan jangan melakukan perbuatan seperti itu lagi kepadaku," tutur baginda raja.

Kisah Abu nawas Lomba Mimpi di Bulan Ramadan


Ramadan

Kisahnya.
Pada siang di bulan Ramadan, Abu nawas didatangi oleh dua orang temannya yang tidak berpuasa. Mereka bersekongkol untuk ngerjai Abu Nawas.
Tibalah mereka di depan pintu rumah Abu Nawas. Setelah mengucapkan salam, tanpa basa basi lagi mereka mengajak Abu Nawas ngabuburit (mengisi waktu untuk menunggi berbuka puasa.

Sampailah mereka di warung nasi, dan teman-temannya membeli nasi untuk dibungkus. Abu Nawas mengira kalau teman-temannya sangat menghormati orang yang berpuasa meski mereka tidak puasa karena temannya tidak makan di warung tersebut, namun di bawa pulang.

Waktu Berbuka Puasa.
Setelah itu, mereka pergi meninggalkan warung tersebut dan sampailah di rumah salah satu temannya. Begitu tiba berbuka puasa, Abu Nawas berkata,
"Wah, sudah waktunya berbuka."
"Minum saja dulu biar batal puasamu," kata temannya.
Abu Nawas pun segera minum dan selanjutnya menunggu. Teman mereka bilang,
"Silahkan shalat dulu, nanti ketinggalan shalat maghrib," kata salah satu temannya.

Abu Nawas pun kemudian mengambil air wudhu dan menjalankan shalat maghrib. Namun apa yang terjadi, setelah shalat maghrib pun Abu Nawas belum bisa makan nasi karena temannya menyuruh agar mengaji Al Qur'an terlebih dahulu.
"Mengajilah Al Qur'an terlebih dahulu, mumpung perutmu masih kosong. Nanti kalau sudah kenyang kamu mengantuk," kata teman Abu Nawas.

Abu Nawas merasa jengkel, seakan dikerjai oleh teman-temannya. Meski begitu Abu Nawas nurut dan mengaji Al Qur'an.
Setelah mengaji, Abu Nawas malah diajak lomba tidur. Siapa yang mimpinya paling indah maka dia berhak menyantap makanan.
"Abu Nawas, sekarang mari kita lomba tidur, esok pagi siapa yang mimpinya paling indah dia bisa makan makanan ini," kata salah seorang temannya.

Lomba Mimpi Indah.
Abu Nawas mulai sadar kalau dirinya dikerjai teman-temannya.
Lomba tidur tersebut disanggupi oleh Abu Nawas dengan perasaan marah.
Pada esok paginya, mereka bertiga bangun. Salah satu temannya bercerita,
"Aku semalam mimpi indah sekali, mimpi punya mobil mewah, rumah mewah, pesawat pribadi dan punya uang banyak sekali."
"Mimpimu indah, tapi egois sekali," kata teman yang satunya.

Kemudian teman yang satunya lagi mencerikan mimpinya.
"Aku semalam bermimpi bahwa negeriku ini tidak punya hutang, infrastrukturnya bagus sekali, jalan-jalan yang mulus, pelabuhan-pelabuhan lancar, ongkos transportasi murah, rakyat sejahtera hingga aku tidak bertemu orang yang berhak menerima zakat."
"Wah, mimpimu hebat," kata temannya.
"Sekarang coba ceritakan mimpimu wahai Abu Nawas."

Abu Nawas bercerita,
"Mimpiku biasa saja. Semalam aku bermimpi bertemu Nabi Daud as, Nabi yang gemar berpuasa. Beliau berpuasa sehari dan berbuka sehari begitu terus tiap waktu. Kemudian Nabi Daud as bertanya,
"Apakah engkau sudah berbuka wahai Abu Nawas?"
Saya jawab belum, kata Abu Nawas.
Kemudian Nabi Daud as menyuruh aku berbuka puasa dahulu. Kontan saja aku cekatan bangun, mengambil makanan yang sudah kalian belikan."

Mimpi Abu Nawas sangat disesali oelh kedua temannya.
Mereka kalah cerdik dengan akal Abu Nawas.
Niat untuk ngerjai, eh malah dikerjai Abu Nawas.

Kisah Abu Nawas Memilih Jalan ke Hutan yang Indah


Hutan yang Indah
Berikut Kisahnya.
Pada suatu hari yang cerah, Raja Harun Ar-Rasyid mengalami kejenuhan dan berencana hendak pergi ke hutan yang terkenal akan keindahannya. Raja pun mengajak Abu Nawas sebagai pemandu dalam perjalanan tersebut.
"Siap, Paduka Raja," kata Abu Nawas.
Rupanya Abu Nawas tidak keberatan dengan ajakan Rajanya tersebut, dan berangkatlah mereka ke hutan dengan mengendarai keledai sambil bercengkerama di sepanjang perjalanan.

Tanpa terasa mereka sudah menempuh hampir seprauh perjalanan dan tibalah mereka di pertigaan jalan yang jauh dari rumah penduduk. Mereka berhenti karena ragu, ke arah mana hutan yang dituju. Setahu mereka, kedua jalan itu memang benar menuju hutan ang mereka tuju, hutan wisata yang berisi binatang-binatang buas.

Abu Nawas pun angkat bicara.
"Paduka, saya sarankan agar kita tidak usah meneruskan perjalanan."
Kenapa, wahai Abunawas?" kata Paduka Raja.
"Hamba berkata demikian, karena kalau kita salah pilih jalan, jangan-jangan kita tidak pernah kembali lagi. Bukankah akan lebih bijaksana kalau kita meninggalkan sesuatu yang meragukan?" jawab Abu Nawas.

Satu Pertanyaan saja.
Dalam kebimbangan, anak buah Paduka Raja, yang masih merupakan teman Abu Nawas berkata.
Aku pernah mendengar ada dua orang kemnbar yang hidup di semak-semak sebelah sana, " kata Ajudan.
"Apakah engkau mengenalnya?" tanya Abu Nawas.
"Tidak juga, mereka adalah si yang memiliki rupa sangat mirip, yang satunya selalu berkata jujur dan satunya selalu berkata bohong" jawabnya.
"Baiklah, kita istirahatu dulu, nanti kita menuju ke rumah si kembar," kata Abu Nawas.


Abu Nawas, Paduka Raja dan prajuritnya kemudian beristirahat sejenak sambil makin. Seusai makan mereka menuju ke rumah si kembar bersaudara itu.
Setelah pintu diketok, maka keluarlah salah satu dari mereka.
"Maaf, aku snagat sibuk hari ini, engkau hanya boleh mengajukan satu pertanyaan saja, tidak lebih," katanya.

Abu Nawas pun mendekati salah satu si kembar beda sifat itu dan mulai menyakan jalan yang menuju hutan yang indah dengan berbisik. Dan salah satu si kemabr itu pun menjawabnya denga berbisik pula. Setelah itu Abu Nawas dan rombongan segera pamit untuk meneruskan paerjalanan.
"Paduka Raja, hutan yang kita tuju jalan sebelah kanan," kata ABu Nawas.
"Bagaimana engkau bisa tahu harus ambil jalan arah kanan? Sedangkan kita tidak tahu apakah orang yang kita tanya tadi orang yang selalu berkata benar atau berkata berkata bohong?" tanya Paduka Raja.
"Wahai, Paduka, orang yang aku tanyai tadi menunjukkan jalan sebealh kiri," kata Abu Nawas.

Paduka Raja masih juga belum mengerti dengan perkataan Abu Nawas.
"Apa maksudnya?" tanya raja.
"Karena orang itu menunjukkan jalan sebelah kiri?" jawab Abu Nawas.
"COba jelaskan kepadaku," kata Raja.

Tadi aku bertanya ke orang itu,
"Apakah yang akan dikatakan saudaramu bila aku bertanya jalan mana yang menuju hutan yang indah?" Dan dia menjawab sebelah kiri. Dengan pertanyaan itu siapapun yang aku tanya entah si kembar yang selalu berbohong maupaun si kembar yang selalu berkata benar pasti akan menjawab sebelah kiri.

Jawabannya:
1. Bila yang ditanya tadi orang yang selalu berkata benar.
"Jalan sebelah kiri, karena ia tahu saudara kembarnya akan mengatakan jalan sebelah kiri sebab ia tahu saudara kembarnya selalu berkata bohong."

2. Bila yang ditanya tadi orang yang selalu berkata bohong.
"Jalan sebelah kiri, karena ia tahu bahwa saudara kembarnya akan mengatakan sebelah kiri sebab saudaranya selalu berkata benar."

Akhirnya rombongan raja itu memilih jalan yang ditunjuk abu nawas, tak lama kemudian masuklah mereka ke dalam hutan yang memiliki pemandangan yang indah. Raja pun menjadi senang dan memberikan sebuah haidah kepada AbuNawas.

Kisah Abu Nawas Menipu Komandan Kerajaan

Kisahnya


Pada suatu pagi hari, Abu Nawas muda sedang duduk-duduk bersantai di teras rumahnya.
Beberapa saat kemudian, datanglah seorang komandan dengan beberapa prajuritnya.
Sang Komandan bertanya,
"Wahai anak muda, dimanakah aku bisa menemukan tempat untuk bersenang-senang di daerah sekitar sini?"
"Kalau tidak salah di sebelah sana," jawab Abu Nawas. 


"Dimanakah tempat itu?" tanya salah seorang prajurit dengan sifat yang tidak menghargai.
"Pergilah ke arah sana, lurus tanpa belok-belok, maka kalian akan menjumpai tempat untuk bersenang-senang," jawab Abu Nawas.

Rombongan tentara kerajaan itu akhirnya pergi juga menuju tempat yang sudah ditunjukkan oleh Abu Nawas. Setelah beberapa saat, kagetlah mereka semua karena tempat yang mereka cari tidak ditemukan, kecuali hanya sebuah komplek kuburan yang sangat luas. Dan tentu saja hal ini membuat para tentara berang karena merasa telah ditipu oleh pemuda tersebut.

Mereka pun kembali lagi ke tempat Abu Nawas.

"Wahai anak muda, keluarlah engkau. Kenapa engkau berani sekali membohongi kami?" tanya Sang Komandan yang tidak tahu kalau yang diajak bicara itu sebenarnya adalah Abu Nawas, Si penasehat Kerajaan.
"Siapakah engkau ini? Berani sekali membohogi kami?" tanya salah seorang prajurit.
"Aku adalah ABDI," jawab Abunawas.

Komandan dan para prajurit merasa geram dan marah

"Prajurit...tangkap dia!!!" seru komandan.
"Engkau akan aku bawa ke Panglima kami," kata komandan.

Oh, rupanya Abunawas hendak dihadapkan ke panglima kerajaan mereka.
"Wahai Panglima, kami telah menangkap seorang pembohong yang berani membohongi pasukan kerajaan," kata komandan.
"Alangkah lancangnya si pemuda ini karena sudah berani berbohong," lanjut komandan.

Panglima bersikap biasa saja, malah dia bahkan memerintahkan kepada prajurit untuk melepaskan borgol yang ada pada tangan Abu Nawas. Komandan dan para prajurit terkejut dan merasa heran, ada apa gerangan ini.

Setelah itu, panglima pun mendekati Abu nawas berkata,
"Tuan Abu, maafkan perbuatan anak buahku di sini ya," kata panglima itu dengan sangat sopannya.
laki-laki gagah dan tampan itu memang sudah saling mengenal satu sama lain karena mereka seringkali bertemu ketika sang khalifah mengundangnya ke istana.

Komandan Minta Maaf

Betapa terkejutnya sang komandan dan para prajuritnya.
Perasaan sombong dan congkak yang tadi menyelimuti mereka seakan berubah menjadi rasa takut.
"Wahai Tuan Abu..sebenarnya kebohongan apa yang mereka sangkakn kepadmu?" tanya panglima.

"Wahai panglima, mereka memintaku untuk menunjukkan tempat untuk bersenang-senang, tentu saja aku tunjukkan kuburan karena kuburan adalah tempat yang lebih baik bagi orang-orang yang taat kepada Allah SWT. Di sana pula dia akan mendapatkan hidangan yang nikmat dari Allah SWT, terbebas dari rasa fitnah dan kejahatan manusia dan makhluk lainnya," jawab Abunawas dengan tenangnya.

Mendengar jawaba pemuda itu, segera saja komandan mendekati Abu Nawas dan berkata,
"Maafkan hamba, Tuanku Abu?"
"Andai saja aku mengetahui bahwa tuan adalah Tuan Abu, tentu kami tidak akan berani membawa Tuan ke hadapan Panglima," kata komandan lagi.

"Wahai komandan...apakah aku telah membohongi kalian? Bukankah aku berkata benar? Aku adalah ABDI, dan setiap orang adlah Abdi Allah SWT, termasuk kalian semuanya," kata Abu Nawas.
"Anda benar Tuanku..," jawab komandan.

Kisah Abu Nawas Raja Disuruh Mencium Pantat Ayam

Seperti kita ketahui bersama bahwa Abu Nawas ini cerdik sekali sehingga meskipun dijahili orang, sekalipun itu raja, masih saja bisa membela diri dengan kata-katanya. Seperti Raja Harun yang mencoba menjebak Abu Nawas dengan ayam panggang yang lezat, Abu Nawas kembali sukses menghindar dan akhirnya malah sang raja yang merasa malu di depan para tamu undangan.


Kisahnya

Pada suatu hari Raja Harun Ar-Rasyid sedang galau dengan sikap Abu Nawas. Beberapa kali Abu Nawas telah membuatnya malu di depan para pejabat kerajaan. Berlatar belakang dendam inilah akhirnya Raja hendak membuat jebakan terhadap Abu Nawas. Jika Abu Nawas gagal menghadapi jebakan tersebut, maka hukuman akan diberikan kepadanya.

Maka dipanggillah Abu Nawas untuk menghadap Raja Harun Ar-Rasyid. Setelah melewati beberapa prosedur, sampai juga Abu Nawas di istana kerajaan. Sang raja lalu memulai pertanyaannya,
"Wahai Abu Nawas, di depan mejaku itu ada sepanggang daging ayam yang lezat dan enak dilahap, tolong segera ambilkan."

Abu Nawas tampak bingung dengan perintah tersebut, karena tak biasanya dia disuruh mengambilkan makanan raja.
"Mungkin raja ingin menjebakku, aku harus waspada," kata Abu Nawas dalam hati.

Mendapat Petunjuk yang Aneh

Abu Nawas pun akhirnya menuruti perintah itu. Setelah mengambil ayam panggang sang raja, Abu Nawas kemudian memberikannya kepada raja. Namun, sang raja belum langsung menerimanya, ia bertanya lagi,
"Abu Nawas, di tangan kamu ada sepotong ayam panggang lezat, silahkan dinikmati."

Begitu Abu Nawas hendak menyantap ayam panggang tersebut, tiba-tiba raja berkata lagi,
"Tapi ingat Abu Nawas, dengarkan dulu petunjuknya. Jika kamu memotong paha ayam itu, maka aku akan memotong pahamu dan jika kamu memotong dada ayam itu, maka aku akan memotong dadamu. Tidak hanya itu saja, jika kamu memotong dan memakan kepala ayam itu, maka aku akan memotong kepalamu. Akan tetapi kalau kamu hanya mendiamkan saja ayam panggang itu, akibatnya kamu akan aku gantung."

Abu Nawas merasa bingung dengan petunjuk yang dititahkan rajanya itu. Dalam kebingungannya, ia semakin yakin jika hal itu hanya akal-akalan Raja Harun saja demi untuk menghukumnya. Tidak hanya ABu Nawas saja yang tegang, tapi juga semua pejabat kerajaan yang hadir di istana tampak tegang pula. Mereka hanya bisa menebak dalam hati tentang maksud dari perintah rajanya itu.

Hampir sepuluh menit lamanya Abu Nawas hanya membolak-balikkan ayam panggang itu. Sejenak suasana menjadi hening. Kemudian Abu Nawas mulai mendekatkan ayam panggang itu tepat di indera penciumannya.

Para hadirin yang datang atas undangan raja mulai bingung dan tidak mengerti apa yang dilakukan Abu Nawas. Kemudian terlihat Abu Nawas mendekatkan indera penciumannya tepat di bagian pantat daging ayam bakar yang kelihatan sangat lezat itu. Beberapa menit kemudian ia mencium bagian panta ayam bakar itu.

Raja Merasa Malu

Setelah selesai mencium pantat ayam bakar itu, kemudian Abu Nawas berkata,
"Jika saya harus memotong paha ayam ini, maka Baginda akan memotong pahaku, jika saya harus memotong dada ayam ini, maka Baginda akan memotong dadaku, jika saya harus memakan dan memotong kepala ayam ini, Baginda akan memotong kepalaku, tetapi coba lihat, yang saya lakukan adalah mencium pantat ayam ini," kata Abu Nawas.

"Apa maksudmu, wahai Abu Nawas," tanya Baginda.
"Maksud saya adlah kalau saya melakukan demikian maka Baginda juga akan membalasnya demikian, layaknya ayam ini. Nah, saya hanya mencium pantat ayam panggang ini saja, maka Baginda juga harus mencium pantat ayam panggang ini pula," jelas Abu Nawas.

Sontak saja penjelasan Abu Nawas itu membuat suasana yang tegang menjadi tampak tak menentu. Para pejabat yang hadir menahan tawa, tetapi ragu-ragu karena takut dihukum raja. Sementara itu, raja yang mendengar ucapan Abu Nawas mulai memerah mukanya. Raja tampak malu untuk kesekian kalinya. Untuk menutupi rasa malunya itu, beliau memerintahkan Abu Nawas untuk pulang dan membawa pergi ayam panggang yang lezat itu.

"Wahai Abu Nawas, cepat pulanglah, jangan sampai aku berubah pikiran," kata raja.

Setibanya di rumah, ia mengundang beberapa tetangganya untuk berpesta ayam panggang. Untuk kesekian kalinya Abu Nawas sukses mempermalukan Raja Harun Ar-Rasyid di depan para pejabat kerajaan.