Tibalah waktunya Nabi Musa menerima wahyu dari Allah swt. Kemudian Nabi Musa pergi ke Gunung Sinai (Thursina). Nabi Musa menitipkan kaum Bani Israel kepada saudaranya, yaitu Nabi Harun. Nabi Harun diminta untuk mengurus kaum Bani Israel. Setelah tiga puluh hari, Nabi Musa berjanji kepada pengikutnya dan Nabi Harun bahwa ia akan kembali.
Setelah tiga puluh hari berlalu. Nabi Musa belum kunjung datang. Kepergian Nabi Musa yang begitu lama menjadikan perasan orang-orang bani Israel merasa gelisah. Kecemasan dan kegelisahan mereka berakibat kepada kemorosotan iman mereka yang semakin hari semakin menipis.
Menyaksikan keadaan Bani Israel yang gelisah itu, Nabi Harun berusaha untuk menenangkan mereka dan berkata; “Wahai Bani Israel, tenanglah kalian dan janganlah kalian khawatir serta cemas. Sesungguhnya kepergian Nabi Musa adalah untuk menjalankan perintah Allah swt dan sesungguhnya ia akan kembali.” Namun, orang-orang Bani Israel itu membantah perkataan Nabi Harun dan bersikap keras kepala. Mereka sangat sulit untuk menerima kebenaran, dan lebih cenderung berbuat berdasarkan kehendaknya sendiri, meskipun tindakan mereka itu bertentangan dengan perintah Allah swt.
Pada saat itu di dalam suasana yang genting, muncullah seseorang dari kalangan mereka yang bernama Samiri yang berupaya untuk menjadi pemimpin Bani Israel. Ia adalah seorang tukang sihir dan juga ahli membuat patung. Samiri yang munafik berhasil menyesatkan kaum Nabi Musa. Ia membuat patung anak sapi. Patung ini terbuat dari emas yang telah dilebur. Kemudian, ia menyihirnya hinga patung anak sapi tersebut dapat berbicara. Akhirnya, kaum Nabi Musa menyembah patung itu. Mereka bangga dan sangat gembira dengan Tuhan mereka yang baru.
Kisah Bani Israel yang menyembah patung anak sapi diceritakan dalam Al-Quran. Di antaranya adalah Surat Al-A”raaf ayat 148, “Dan kaum Musa, setelah kepergian Musa ke bukit Thur Sinai, mereka membuat perhiasan-persiahan (emas) mereka anak lembu yang bertubuh dan bersuara. Apakah mereka tidak mengetahui bahwa anak lembu itu tidak dapat berbicara dengan mereka dan tidak dapat (pula) menunjukkan jalan kepada mereka? Mereka menjadikannya (sebagai sembahan) dan mereka adalah orang-orang yang zalim.”
Teguran Nabi Harun Kepada Bani Israil
Orang-orang Bani Israel mengajak Nabi Harun untuk menyembah patung anak sapi. Nabi Harun merasa sangat kecewa dengan perbuatan Bani Israel. Nabi Harun berusaha menasihati mereka. Ia meminta agar kaum bain Israel menghentikan kegiatan penyembahan patung anak sapi itu. “Hai kaumku, sesungguhnya kamu hanya diberi cobaan dengan anak lembu itu dan sesungguhnya Tuhanmu ialah (Tuhan) Yang maha Pemurah, maka ikutilah aku dan taatilah perintahku.”
Mereka tidak mengindahkan nasihat Nabi Harun. Bahkan, mereka memarahi Nabi Harun kerena meminta mereka kembali menyembah Allah swt. Meskipun demikian, Nabi Harun terus-menerus menasihati mereka. Orang-orang Bani Israel tetap menyembah patung anak sapi. Mereka berkata, “kami akan tetap menyembah patung anak lembu ini, hingga Musa kembali kepada kami.” Nabi Harun tidak dapat berbuat banyak. Ia khawatir terjadi perpecahan di antara kaum bani Israel. Apabila hal ini terjadi, bani Israel akan semakin sulit untuk keluar dari kesesatannya.
Nabi Harun hanya dapat menguatkan iman orang-orang Bani Israel yang masih beriman kepada Allah. Ia meminta mereka tetap bersabar menunggu Nabi Musa. Kisah ini diceritakan dalam Al-Quran Surat Thaha ayat 90-91. “Dan sesungguhnya Harun telah berkata kepada mereka sebelumnya. “Hai kaumku, sesungguhnya kamu hanya diberi cobaan dengan anak lembu itu dan sesunggunya Tuhanmu ialah (Tuhan) Yang maha Pemurah, maka ikutilah aku dan taatilah perintahku. Mereka menjawab, “kami akan tetap menyembah patung anak lembu ini, hingga Musa kembali kepada kami.”
Nabi Musa Menegur Nabi Harun
Setelah 30 hari, Nabi Musa belum kembali. Allah memerintahkan untuk menggenapi puasa Nabi Musa menjadi 40 hari. Nabi Musa sangat terkejut ketika kembali dari Bukit Thur Sinai . Ia mendapati kaum Bani Israel menyembah berhala. Ia pun sangat marah kepada kaum Bani Israel. Karena terlampau marah dan sedih. Nabi Musa membuang lauh (Taurat) yang baru diterimanya dari Allah.
Nabi Musa juga menegur Nabi Harun, Nabi Musa memegang janggut Nabi Harun dan menarik ke arahnya. “Wahai Harun, apa yang engkau lakukan ketika kaumku disesatkan oleh samiri ? Apakah engkau sengaja tidak melaksanakan perintahku?” Tanya Nabi Musa. Nabi Harun menjawab, “Hai putra ibuku, janganlah kamu pegang janggutku dan jangan (pula) kepalaku. Aku telah menasihati mereka. Namun, mereka tidak menghiraukanku. Sesungguhnya aku khawatir apabila aku menggunakan kekerasan akan terjadi perpecahan dan permusuhan. Mendengar penjelasan Nabi Harun, kemarahan Nabi Musa menjadi reda.
Nabi Harun adalah seorang yang bertaqwa kepada Allah swt. Ia senantiasa menemani Nabi Musa dalam membibing kaum Bani Israel ke jalan Allah. Nabi Musa mengambil lauh (Taurat) yang telah dibuangnya. Dalam Lauh (Taurat) tersebut terdapat tulisan tentang petunjuk dari Allah, kepada orang-orang yang takut kepada-Nya.
Hukuman Untuk Samiri
Setelah kemarahannya mereda, Nabi Musa bertanya kepada, Samiri, “Apa yang mendorongmu berbuat demikian, hai Samiri?’ Samiri menjawab, “ Aku mengetahui sesuatu yang tidak diketahui oleh orang lain. Aku telah melihat kuda malaikat Jibril. Kemudian aku mengambil segumpal tanah dari jejak kaki kuda itu. lalu, aku melemparkannya ke dalam cairan emas di atas api sehingga jadilah anak sapi yang melenguh. Demikianlah, nafsuku membujukku.”
Nabi Musa berkata, “Pergilah kamu jangan ikut campur urusan kami. Sesungguhnya kamu tidak dapat menghindari hukuman di akhirat.” Kemudian, Nabi Musa membakar patung anak sapi dan abunya dibuang ke dalam laut. Akhirnya, Samiri hidup terpencil sebagai hukuman di dunia. Sebagai hukuman di akhirat, ia akan ditempatkan di dalam neraka.
Pertobatan Kaum Bani Israil
Kaum Bani Israel menyadari kesalahan mereka. Mereka memohon ampun kepada Allah. Nabi Musa berkata, “Hai kaumku, sesungguhnya kamu telah menganiaya dirimu sendiri karena kamu telah menjadikan anak lembu (sembahanmu), maka bertobatlah kepada Tuhan yang menjadikanmu dan bunuhlah dirimu. Hal itu adalah lebih baik bagimu di sisi Tuhan yang menjadikan kamu; maka Allah akan menerima tobatmu. Sesungguhnya, Dialah yang Maha Penerima tobat lagi Maha Penyayang.. Kaum Bani Israel menyatakan kesediaannya dalam melaksanakan hukuman tersebut.
Pada esok harinya , kaum Bani Israel yang menyembah patung anak sapi duduk dipekarangan. Sementara itu Nabi Musa meminta orang-orang yang tidak menyembah patung untuk membawa pedang masing-masing. Mereka diperintahkan untuk membunuh orang-orang yang bertobat itu.
Kemudian, mereka pergi ke tempat orang-orang yang bertobat. Salah seorang di antara mereka berkata, “Wahai Musa, bagaimana kami dapat membunuh, orang tua, anak-anak, dan saudara-saudara kami?” Tidak lama kemudian, kabut yang tebal turun dan menyelimuti mereka. Dengan demikian, mereka tidak dapat melihat satu dengan yang lainnya.
Kemudian, mereka bertanya, “Wahai Musa, apa tanda bahwa tobat kami telah ditema?” Nabi Musa menjawab, “Tanda diterimanya tobat kalian adalah pedang dan senjata yang tidak dapat digerakkan lagi serta diangkatnya kabut tebal yang menyelimuti kalian.”
Setelah itu, mereka beramai-ramai membunuh orang-orang yang bertobat. Anak-anak menjerit dan berkata, “Hai Musa, ampunilah kami.” Nabi Musa menangis dan memohon kepada Allah agar mereka diampuni. Kemudian, mereka tidak dapat lagi menggerakkan pedang-pedang mereka. Kabut tebal telah diangkat. Pembunuhan pun terhenti. Orang-orang yang dibunuh adalah orang yang mati syahid. Orang yang belum terbunuh diampuni dosanya oleh Allah.
Kisah ini diceritakan dalam Al-Quran Surat Al-Baqarah ayat 54. “Dan (ingatlah), ketika Musa berkata kepada kaumnya, “Hai kaumku, sesungguhnya kamu telah menganiaya dirimu sendiri karena kamu telah menjadikan anak lembu (sembahanmu), maka bertobatlah kepada Tuhan yang menjadikan kamu dan bunuhlah dirimu. Hal itu adalah lebih baik bagimu pada sisi Tuhan yang menjadikan kamu, maka Allah akan menerima tobatmu. Sesungguhnya Dialah Yang Maha Penerima tobat lagi Maha Penyayang.” (Surat Al Baqarah ayat 54).
No comments:
Post a Comment