Thursday, 24 March 2016

awal mula agama hindu

Asal Usul Sejarah Agama Hindu
Agama Hindu (Bahasa Sanskerta: Sanātana Dharma सनातन धर्म "Kebenaran Abadi" [1]), dan Vaidika-Dharma ("Pengetahuan Kebenaran") adalah sebuah agama yang berasal dari anak benua India. Agama ini merupakan lanjutan dari agama Weda (Brahmanisme) yang merupakan kepercayaan bangsa Indo-Iran (Arya). Agama ini diperkirakan muncul antara tahun 3102 SM sampai 1300 SM dan merupakan agama tertua di dunia yang masih bertahan hingga kini.[2][3] Agama ini merupakan agama ketiga terbesar di dunia setelah agama Kristen dan Islam dengan jumlah umat sebanyak hampir 1 miliar jiwa.[4]
Penganut agama Hindu sebagian besar terdapat di anak benua India. Di sini terdapat sekitar 90% penganut agama ini. Agama ini pernah tersebar di Asia Tenggara sampai kira-kira abad ke-15, lebih tepatnya pada masa keruntuhan Majapahit. Mulai saat itu agama ini digantikan oleh agama Islam dan juga Kristen. Pada masa sekarang, mayoritas pemeluk agama Hindu di Indonesia adalah masyarakat Bali, selain itu juga yang tersebar di pulau Jawa,Lombok, Kalimantan (Suku Dayak Kaharingan), Sulawesi (Toraja dan Bugis - Sidrap).

ETIMOLOGI
Dalam bahasa Persia, kata Hindu berakar dari kata Sindhu (Bahasa Sanskerta). [5] Dalam Reg Weda, bangsa Arya menyebut wilayah mereka sebagai Sapta Sindhu (wilayah dengan tujuh sungai di barat daya anak benua India, yang salah satu sungai tersebut bernama sungai Indus). Hal ini mendekati dengan kata Hapta-Hendu yang termuat dalam Zend Avesta (Vendidad: Fargard 1.18) — sastra suci dari kaum Zoroaster di Iran. Pada awalnya kata Hindu merujuk pada masyarakat yang hidup di wilayah sungai Sindhu. Hindu sendiri sebenarnya baru terbentuk setelah Masehi ketika beberapa kitab dari Weda digenapi oleh para brahmana. Pada zaman munculnya agama Buddha, agama Hindu sama sekali belum muncul semuanya masih mengenal sebagai ajaran Weda.

KEYAKINAN DALAM AGAMA HINDU
Hindu seringkali dianggap sebagai agama yang beraliran politeisme karena memuja banyak Dewa, namun tidaklah sepenuhnya demikian. Dalam agama Hindu, Dewa bukanlah Tuhan tersendiri. Menurut umat Hindu, Tuhan itu Maha Esa tiada duanya. Dalam salah satu ajaran filsafat Hindu, Adwaita Wedanta menegaskan bahwa hanya ada satu kekuatan dan menjadi sumber dari segala yang ada (Brahman), yang memanifestasikan diri-Nya kepada manusia dalam beragam bentuk.
Dalam Agama Hindu ada lima keyakinan dan kepercayaan yang disebut dengan Pancasradha. Pancasradha merupakan keyakinan dasar umat Hindu. Kelima keyakinan tersebut, yakni:
1. Widhi Tattwa - percaya kepada Tuhan Yang Maha Esa dan segala aspeknya
2. Atma Tattwa - percaya dengan adanya jiwa dalam setiap makhluk
3. Karmaphala Tattwa - percaya dengan adanya hukum sebab-akibat dalam setiap perbuatan
4. Punarbhava Tattwa - percaya dengan adanya proses kelahiran kembali (reinkarnasi)
5. Moksa Tattwa - percaya bahwa kebahagiaan tertinggi merupakan tujuan akhir manusia

KONSEP KETUHANAN
Agama Hindu merupakan agama tertua di dunia dan rentang sejarahnya yang panjang menunjukkan bahwa agama Hindu telah melewati segala paham ketuhanan yang pernah ada di dunia.[9] Menurut penelitian yang dilakukan oleh para sarjana, dalam tubuh Agama Hindu terdapat beberapa konsep ketuhanan, antara lain henoteisme, panteisme, monisme, monoteisme, politeisme, dan bahkan ateisme. Konsep ketuhanan yang paling banyak dipakai adalah monoteisme (terutama dalam Weda, Agama Hindu Dharma dan Adwaita Wedanta), sedangkan konsep lainnya (ateisme, panteisme, henoteisme, monisme, politeisme) kurang diketahui. Sebenarnya konsep ketuhanan yang jamak tidak diakui oleh umat Hindu pada umumnya karena berdasarkan pengamatan para sarjana yang meneliti agama Hindu tidak secara menyeluruh.

PUSTAKA SUCI
Ajaran agama dalam Hindu didasarkan pada kitab suci atau susastra suci keagamaan yang disusun dalam masa yang amat panjang dan berabad-abad, yang mana di dalamnya memuat nilai-nilai spiritual keagamaan berikut dengan tuntunan dalam kehidupan di jalan dharma. Di antara susastra suci tersebut, Weda merupakan yang paling tua dan lengkap, yang diikuti dengan Upanishad sebagai susastra dasar yang sangat penting dalam mempelajari filsafat Hindu. Sastra lainnya yang menjadi landasan penting dalam ajaran Hindu adalah Tantra, Agama dan Purana serta kedua Itihasa (epos), yaitu Ramayana dan Mahabharata. Bhagawadgita adalah ajaran yang dimuat dalam Mahabharata, merupakan susastra yang dipelajari secara luas, yang sering disebut sebagai ringkasan dari Weda.
Hindu meliputi banyak aspek keagamaan, tradisi, tuntunan hidup, serta aliran/sekte. Umat Hindu meyakini akan kekuasaan Yang Maha Esa, yang disebut dengan Brahman dan memuja Brahma, Wisnu atau Siwa sebagai perwujudan Brahman dalam menjalankan fungsi sebagai pencipta, pemelihara dan pelebur alam semesta.
Secara umum, pustaka suci Hindu dibagi menjadi dua kelompok, yaitu kelompok kitab Sruti dan kelompok kitab Smerti.
* Sruti berarti "yang didengar" atau wahyu. Yang tergolong kitab Sruti adalah kitab-kitab yang ditulis berdasarkan wahyu Tuhan, seperti misalnya Weda, Upanishad, dan Bhagawadgita. Dalam perkembangannya, Weda dan Upanishad terbagi lagi menjadi bagian yang lebih kecil, seperti misalnya Regweda dan Isopanishad. Kitab Weda berjumlah empat bagian sedangkan kitab Upanishad berjumlah sekitar 108 buah.
* Smerti berarti "yang diingat" atau tradisi. Yang tergolong kitab Smerti adalah kitab-kitab yang tidak memuat wahyu Tuhan, melainkan kitab yang ditulis berdasarkan pemikiran dan renungan manusia, seperti misalnya kitab tentang ilmu astronomi, ekonomi, politik, kepemimpinan, tata negara, hukum, sosiologi, dan sebagainya. Kitab-kitab smerti merupakan penjabaran moral yang terdapat dalam kitab Sruti.
KARAKTERISTIK
Dalam agama Hindu, seorang umat berkontemplasi tentang misteri Brahman dan mengungkapkannya melalui mitos yang jumlahnya tidak habis-habisnya dan melalui penyelidikan filosofis. Mereka mencari kemerdekaan dari penderitaan manusia melalui praktik-praktik askese atau meditasi yang mendalam, atau dengan mendekatkan diri kepada Tuhan melalui cinta kasih, bakti dan percaya (Sradha).
Umat Hindu juga menyebut agamanya sebagai Sanatana Dharma yang artinya Dharma yang kekal abadi.
Menurut kepercayaan para penganutnya, ajaran Hindu langsung diajarkan oleh Tuhan sendiri, yang turun atau menjelma ke dunia yang disebut Awatara. Misalnya Kresna, adalah penjelmaan Tuhan ke dunia pada zaman Dwaparayuga, sekitar puluhan ribu tahun yang lalu[14]. Ajaran Kresna atau Tuhan sendiri yang termuat dalam kitab Bhagawadgita, adalah kitab suci Hindu yang utama. Bagi Hindu, siapapun berhak dan memiliki kemampuan untuk menerima ajaran suci atau wahyu dari Tuhan asalkan dia telah mencapai kesadaran atau pencerahan. Oleh sebab itu dalam agama Hindu wahyu Tuhan bukan hanya terbatas pada suatu zaman atau untuk seseorang saja. Bahwa wahyu Tuhan yang diturunkan dari waktu ke waktu pada hakekatnya adalah sama, yaitu tentang kebenaran, kasih sayang, kedamaian, tentang kebahagiaan yang kekal abadi, tentang hakekat akan diri manusia yang sebenarnya dan tentang dari mana manusia lahir dan mau ke mana manusia akan pergi, atau apa tujuan yang sebenarnya manusia hidup ke dunia.
ENAM FILSAFAT HINDU
Terdapat dua kelompok filsafat India, yaitu Astika dan Nastika. Nastika merupakan kelompok aliran yang tidak mengakui kitab Weda, sedangkan kelompok Astika sebaliknya. Dalam Astika, terdapat enam macam aliran filsafat. Keenam aliran filsafat tersebut yaitu: Nyaya, Waisasika, Samkhya, Yoga, Mimamsa, dan Wedanta. Ajaran filsafat keenam aliran tersebut dikenal sebagai Filsafat Hindu. Kelompok Nastika umumnya kelompok yang lahir ketika Hindu masih berbentuk ajaran Weda dan kitab Weda belum tergenapi. Hindu baru muncul selah adanya kelompok Astika. Kedua kelompok tersebut antara Astika dan Nastika merupakan kelompok yang sangat berbeda (Nastika bukanlah Hindu)
Terdapat enam Astika (filsafat Hindu) — institusi pendidikan filsafat ortodok yang memandang Weda sebagai dasar kemutlakan dalam pengajaran filsafat Hindu — yaitu: Nyāya, Vaisheṣhika, Sāṃkhya, Yoga, Mīmāṃsā (juga disebut dengan Pūrva Mīmāṃsā), dan Vedānta (juga disebut dengan Uttara Mīmāṃsā) ke-enam sampradaya ini dikenal dengan istilah Sad Astika Darshana atau Sad Darshana. Diluar keenam Astika diatas, terdapat juga Nastika, pandangan Heterodok yang tidak mengakui otoritas dari Weda, yaitu: Buddha, Jaina dan Carvaka.
Meski demikian, ajaran filsafat ini biasanya dipelajari secara formal oleh para pakar, pengaruh dari masing-masing Astika ini dapat dilihat dari sastra-sastra Hindu dan keyakinan yang dipegang oleh pemeluknya dalam kehidupan sehari-hari.
KONSEP HINDU
Hindu memiliki beragam konsep keagamaan yang diterapkan sehari-hari. Konsep-konsep tersebut meliputi pelaksanaan yajña, sistem Catur Warna (kasta), pemujaan terhadap Dewa-Dewi, Trihitakarana, dan lain-lain.
DEWA- DEWI HINDU
Dalam ajaran agama Hindu, Dewa adalah makhluk suci, makhluk supernatural, penghuni surga, setara dengan malaikat, dan merupakan manifestasi dari Tuhan Yang Maha Esa. Kata “dewa” berasal dari kata “div” yang berarti “beResinar”. Dalam kitab suci Reg Weda, Weda yang pertama, disebutkan adanya 33 Dewa, yang mana ketiga puluh tiga Dewa tersebut merupakan manifestasi dari kemahakuasaan Tuhan Yang Maha Esa. Di antara Dewa-Dewi dalam agama Hindu, yang paling terkenal sebagai suatu konsep adalah: Brahmā, Wisnu, Çiwa. Mereka disebut Trimurti.
Dalam kitab-kitab Weda dinyatakan bahwa para Dewa tidak dapat bergerak bebas tanpa kehendak Tuhan. Para Dewa juga tidak dapat menganugerahkan sesuatu tanpa kehendak Tuhan. Para Dewa, sama seperti makhluk hidup yang lainnya, bergantung kepada kehendak Tuhan. Filsafat Advaita (yang berarti: “tidak ada duanya”) menyatakan bahwa tidak ada yang setara dengan Tuhan dan para Dewa hanyalah perantara antara beliau dengan umatnya.
GOLONGAN MASYARAKAT
Dalam agama Hindu, dikenal istilah Catur Warna bukan sama sekali dan tidak sama dengan kasta. Karena di dalam ajaran Pustaka Suci Weda, tidak terdapat istilah kasta. yang ada hanyalah istilah Catur Warna. Dalam ajaran Catur Warna, masyarakat dibagi menjadi empat golongan, yaitu:
* Brāhmana : golongan para pendeta, orang suci, pemuka agama dan rohaniwan
* Ksatria : golongan para raja, adipati, patih, menteri, dan pejabat negara
* Waisya : golongan para pekerja di bidang ekonomi
* Sudra : golongan para pembantu ketiga golongan di atas
Menurut ajaran catur Warna, status seseorang didapat sesuai dengan pekerjaannya. Jadi, status seseorang tidak didapat semenjak dia lahir melainkan didapat setelah ia menekuni suatu profesi atau ahli dalam suatu bidang tertentu. Catur Warna menekankan seseorang agar melaksanakan kewajibannya dengan sebaik-baiknya. Keempat golongan sangat dianjurkan untuk saling membantu agar mereka dapat memperoleh hak. Dalam sistem Catur Warna terjadi suatu siklus “memberi dan diberi” jika keempat golongan saling memenuhi kewajibannya.
PELAKSANAAN RITUAL
Dalam ajaran Hindu, Yajña merupakan pengorbanan suci secara tulus ikhlas kepada Tuhan Yang Maha Esa, kepada para leluhur, kepada sesama manusia, dan kepada alam semesta. Biasanya diwujudkan dalam ritual yang sangat erat kaitannya dengan kehidupan umat Hindu. Tujuan pengorbanan tersebut bermacam-macam, bisa untuk memohon keselamatan dunia, keselamatan leluhur, maupun sebagai kewajiban seorang umat Hindu. Bentuk pengorbanan tersebut juga bermacam-macam, salah satunya yang terkenal adalah Ngaben, yaitu ritual yang ditujukan kepada leluhur (Pitra Yadnya).
SEKTE (ALIRAN) DALAM HINDU
Jalan yang dipakai untuk menuju Tuhan (Hyang Widhi) jalurnya beragam, dan kemudian dikenallah para dewa. Dewa yang tertinggi dijadikan sarana untuk mencapai Hyang Widhi. Aliran terbesar agama Hindu saat ini adalah dari golongan Sekte Waisnawa yaitu menonjolkan kasih sayang dan bersifat memelihara; yang kedua terbesar ialah Sekte Siwa sebagai pelebur dan pengembali yang menjadi tiga sekte besar, yaitu Sekte Siwa, Sekte Sakti (Durga ), dan Sekte Ganesha, serta terdapat pula Sekte Siwa Siddhanta yang merupakan aliran mayoritas yang dijalani oleh masyarakat Hindu Bali, sekte Bhairawa dan Sekte - Sekte yang lainnya. Yang ketiga ialah Sekte Brahma sebagai pencipta yang menurunkan Sekte Agni, Sekte Rudra, Sekte Yama, dan Sekte Indra. Sekte adalah jalan untuk mencapai tujuan hidup menurut Agama Hindu, yaitu moksha (kembali kepada Tuhan), dan pemeluk Hindu dipersilahkan memilih sendiri aliran yang mana menurutnya yang paling baik/bagus.
TOLERANSI UMAT HINDU
Agama ini memiliki ciri khas sebagai salah satu agama yang paling toleran, yang mana di dalam kitab Weda dalam salah satu baitnya memuat kalimat berikut:
Sansekerta: एकम् सत् विप्रा: बहुधा वदन्ति
Alihaksara: Ekam Sat Vipraaha Bahudhaa Vadanti
Cara baca dalam bahasa Indonesia: Ekam Sat Wiprah Bahuda Wadanti
Bahasa Indonesia: "Hanya ada satu kebenaran tetapi para orang pandai menyebut-Nya dengan banyak nama."
— Rg Weda (Buku I, Gita CLXIV, Bait 46)

Dalam berbagai pustaka suci Hindu, banyak terdapat sloka-sloka yang mencerminkan toleransi dan sikap yang adil oleh Tuhan. Umat Hindu menghormati kebenaran dari mana pun datangnya dan menganggap bahwa semua agama bertujuan sama, yaitu menuju Tuhan, namun dengan berbagai sudut pandang dan cara pelaksanaan yang berbeda. Hal itu diuraikan dalam kitab suci mereka sebagai berikut:
samo ‘haṁ sarva-bhūteṣu na me dveṣyo ‘sti na priyah
ye bhajanti tu māṁ bhaktyā mayi te teṣu cāpy aham
(Bhagawadgita, IX:29)
Arti:
Aku tidak pernah iri dan selalu bersikap adil terhadap semua makhluk.
Bagi-Ku tidak ada yang paling Ku-benci dan tidak ada yang paling Aku kasihi.
Tetapi yang berbakti kepada-Ku, dia berada pada-Ku dan Aku bersamanya pula
Ye yathā mām prapadyante tāms tathaiva bhajāmy aham,
mama vartmānuvartante manusyāh pārtha sarvaśah
(Bhagawadgita, 4:11)
Arti:
Jalan mana pun yang ditempuh seseorang kepada-Ku,
Aku memberinya anugerah setimpal. Semua orang mencari-Ku
dengan berbagai jalan, wahai putera Partha (Arjuna)
Yo yo yām yām tanum bhaktah śraddhayārcitum icchati,
tasya tasyācalām śraddhām tām eva vidadhāmy aham
(Bhagawadgita, 7:21)
Arti:
Kepercayaan apapun yang ingin dipeluk seseorang,
Aku perlakukan mereka sama dan
Ku-berikan berkah yang setimpal supaya ia lebih mantap
Meskipun ada yang menganggap Dewa-Dewi merupakan Tuhan tersendiri, namun umat Hindu memandangnya sebagai cara pemujaan yang salah. Dalam kitab suci mereka, kepribadian Tuhan Yang Maha Esa bersabda:
ye ‘py anya-devatā-bhaktā yajante śraddhayānvitāḥ
te ‘pi mām eva kaunteya yajanty avidhi-pūrvakam
(Bhagawadgita, IX:23)
Arti:
Orang-orang yang menyembah Dewa-Dewa dengan penuh keyakinannya
sesungguhnya hanya menyembah-Ku, tetapi mereka melakukannya
dengan cara yang keliru, wahai putera Kunti (Arjuna)
Pemeluk agama Hindu juga mengenal arti Ahimsa dan "Satya Jayate Anertam". Mereka diharapkan tidak suka (tidak boleh) membunuh secara biadab tapi untuk kehidupan pembunuhan dilakukan kepada binatang berbisa (nyamuk) untuk makanan sesuai swadarmanya, dan diminta jujur dalam melakukan segala pikiran, perkataan, dan perbuatan.

No comments:

Post a Comment